Selasa, 02 September 2008

Kapan Kawin?

Wanita Shalihah = Wanita Tepat Sasaran
Komunitas SQH-05, suka sekali ngeributin yang namanya “kapan merit?”, latah sebuah iklan rokok yang tenar dengan jargonnya “kapan kawin?”. Ikut jawaban yang diberikan sang tokoh iklan: “May!” yang dimaksud tentu saja bukan nama bulan yang ditunjuk, akan tetapi sebuah guyonan yang dilanjutkan dengan kalimat “may be yes-may be no”. Kira-kira kalo diterjemahkan dengan bebas “mbuh kapan!”. Tersimpan sebuah kecemasan kapan ya kira-kira bisa kawin?. Jika meneladani tokoh yang harus diteladani umat Islam yakni Kanjeng Nabi Muhammad Saw. beliau manikah di usia 25 tahun, di usia inilah jika seseorang telah mencapainya apalagi yang telah jauh melampauinya akan merasa kikuk jika belum juga menikah. Kikuk bisa karena faktor dari diri sendiri terlebih lagi kikuk dengan “sindiran” pihak luar. Belum lagi dengan orang-orang yang mencoba memapankan kaedah: “kamu dululah kan lebih tua”, “ente dulu lah kan lebih senior”, “koe disik lah kan wis mapan”, “jenengan dulu tho mas kan wis penak uripe”. “Jadohku sayang dimanakah aku bisa menemukanmu?”
Lebih terbebani lagi jika seseorang telah dipandang matang, baik secara mental maupun karir. Maka desakan untuk menikah itu akan semakin gencar, baik itu semangat dari diri pribadinya apalagi dari orang lain yang melihat bahwa orang tersebut telah mapan. Namun sekali lagi entah karena faktor x apa yang membuat orang tersebut lambat menikah. Sekali lagi Kanjeng Nabi memberikan panduan kepada umatnya dalam memilih pasangan hidup, yakni jika seseorang ingin memilih pasangan maka setidaknya lihatlah din (agamanya), nasab (keturunan), jamal (kerupawanan), dan mal (harta)nya. Orang jawa bilang bibit, bobot dan bebetnya. Tentu bukan perkara mudah untuk menemukan orang yang dalam dirinya terkumpul semua kualifikasi seperti yang telah dikemukakan itu. Bahkan dapat dikategorikan naif jika ia lambat menikah karena menghendaki pasangan yang sempurna. “Ini dunia bung! Gak ada yang sempurna! Kesempurnaan hanyalah milik Tuhan!” “Ayo tangi-tangi! Meleko ojo ngimpi terus!”
Syahdan, dalam sebuah pertemuan kuliah, tentu teman-teman SQH-05 ingat. Seorang dosen memberikan sebuah formulasi terhadap ‘amal shaleh’. Sang dosen mengatakan bahwa yang namanya amal saleh itu adalah amal perbuatan yang tepat sasaran, jika belum tepat sasaran maka belum bisa dibilang amal saleh. Semacam terhadap orang yang lapar maka diberikan makan, orang yang butuh pekerjaan maka diberikan pekerjaan, orang yang belum menemukan jodoh maka dipertemukan jodohnya, itu yang namanya tepat sasaran. Mengekor dengan formula tersebut, maka siapa sih yang dimaksud dengan wanita shalihah? Tentu jawabnya wanita yang tepat sasaran. Terlalu abstrak bukan? “Ya iyalah masa’ ya iya dong!” Setidaknya rumusan tepat sasaran itu terbagi menjadi dua yakni phisically dan personality. Entah benar tidaknya, katanya jelek itu mutlak, rupawan itu relatif. Atau jika dibalik bahwa rupawan itu mutlak tapi yang namanya jelek itu relatif, ini masalah fisik lho.. terserah itu sebuah pilihan. Ada yang bilang rupa pasangan itu sesuatu yang cukup penting setidaknya gak malu-maluin buat diajak kondangan. Ada juga yang bilang masalah rupa itu bukan sesuatu yang substansial yang penting hatinya, lagi-lagi masalah pilihan. Tapi kalau bisa sih yang rupawan wajahnya sekaligus hatinya (Allahumma yassirli amri… amien..). Personality (kepribadian) menempati posisi yang signifikan dalam memilih pasangan. Di mana dalam mengarungi samudera kehidupan dibutuhkan saling topang menopang antara yang satu terhadap yang lainnya. Pasang surutnya samudera sama halnya dengan pasang surutnya kehidupan, lurusnya rel kereta merupakan hal yang menipu pandangan. Di sinilah letak pentingnya arti pasangan hidup. Yang tidak mengenal lelah memompa semangat ketika satu pihak terasa gontai, tidak akan menutup telinga ketika belahan jiwa tertimpa musibah, yang selalu mengisi kekurangan yang satu terhadap yang lainnya. Yang membuat sebuah ikatan kuat yang mulia, sebuah mitsaq ghalizha, demi menggapai kedamaian hidup dan saling mengasihi satu sama lain, yang dilandasi sebuah keinginan mulia untuk mengharap ridha ilahi.
Allahumma istajib du’a-ana wa yassir umurana, rabbana aatinaa fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qina ‘adzabannaar.. aamiin ya rabbal ‘aalamiin…

3 komentar:

Stairway to Heaven mengatakan...

hahaha....kalau mau kawin gak usah berbelit-belit begitu. tinggal ngomong aja, apa susahnya. gak ada yang sempurna di dunia ini. kecocokan akan terjalin kalau kita udah mencoba. ya mencoba berani bicara, mengatakan I Love You. dan selanjutnya.... cobalah untuk saling mengerti.cocok deh.

M.Iqbal Dawami mengatakan...

Hari gini cari wanita shalihah? mimpi kalee...Itu hanya mitos kang. Aku lebih suka mengatakan wanita shalehah itu wanita yang selalu belajar setiap harinya untuk lebih baik.sikap manusia itu tidak pernah stabil, skr stabil belum tentu besok.
so,yang penting praktik donk,gak hanya ngomong. Menyelam sambil minum susu kan enak ^_^. semangat kang!

Kuliner Sulawesi Tengah mengatakan...

Mas Lutfi, umurku sekarang udah 25. umur yang nggak muda lagi untuk merit bukan? tapi, berhubung aku bukan kanjeng Nabi dan nggak hidup di zaman Abu-Abu yang Jahal dan Lahab, umur 25, seperti "orang-orang" yang sudah melewati angka 25 dan blom merit, ya, EGP lah:-)